Sukar bagiku menerima ini semua. Penyesalan selalu berada diakhir cerita, ketika semua telah menjadi nyata. Tiada kesempatan bagiku untuk mengulang kembali apa yang telah terjadi. Semua telah berlalu dan hanya meninggalkan perih dihati. Mungkin dari cerita ini , dapat aku ungkapkan mengenai arti sebuah kesetiaan cinta yang tak boleh dinilai dengan apapun didunia yang fana ini.
Aku bukanlah seorang lelaki yang setia. Aku telah buta menilai akibat sebuah cita-cita. Cita – cita untuk memiliki apa yang pasangan lain punya, yaitu sebuah cinta kasih , yang akan melengkapi arti dari sebuah pernikahan. Hasil pada akhirnya itu aku menjadi salah satu yang salah dalam mengartikan makna sebuah cinta. Setelah sekian lama perkawinanku, cahaya mata yang dinanti - nanti tak kunjung datang jua. Cahaya mata adalah pelengkap hidup sesebuah rumahtangga. Semua jalan telah ditempuh namun tiada tanda-tanda sekalipun bagi kami untuk berusaha memilikinya semua ini mungkin ujian Tuhan hingga akhirnya aku mengenal Zahara. Perkenalanku dengan Zahara di terima baik Nur Bahiyah isteriku. Zahara gadis yang telah menggoda hatiku untuk mewujudkan cita-citaku melalui cinta yang lain selain Bahiyah istriku. Walaupun berat akhirnya Bahiyah , istriku menyetujuinya walaupun kutahu hatinya pasti terluka namun bisikan hasrat itu begitu kuat, menutup mata hatiku sehingga aku menjadi buta dan salah dalam mengambil arah.
Hari demi hari berlalu, sejak janji kedua dalam hidupku terucap untuk Zahara, namun hal yang samapun terjadi , semua terbatas dan tidak terwujud secara nyata. Hal ini sangat berat membebani jiwa dan pikiranku sehingga aku merasakan sesuatu yang aneh dalam diriku. Tiba-tiba kesadaranku berkurang dari hari kehari dan akhirnya akupun tertidur dan terpenjara dalam alam mimpiku. Setelah itu aku tidak tahu apa –apa lagi mengenai dunia ini terasa bagai tidurku bagai tidur yang panjang.
Berbulan-bulan aku terpenjara dalam buayan mimpi terasa terlalu asing bagiku, namun yang ku tahu setelah hari itu hanyalah suara lembut yang seakan-akan memanggilku untuk kembali ke alam nyata. Suara yang lembut, tulus dan mampu menggetarkan alam mimpiku. Suara yang jauh namun begitu dekat dihatiku, Aku terus berlari mencari dan terus mencari sumber dari mana suara itu. Aku seakan berada dalam sebuah hutan yang sangat luas . Aku rasakan bagai mendayu-dayu suara itu memangilku, tercari-cari arah mana datangnya suara itu dalam perlahan-lahan semakin jauh dan terus menjauh lalu hilang dalam kegelapan. Perlahan-lahan aku sadar dari tidur yang panjang ,mataku buka bagai melekat kelopak mataku, dari pandangan kabur perlahan-lahan semakin jelas kelihatan, Doktor mengatakan bahwa diriku mengalami koma akibat penyakit barah otak yang sedia ada, mungkin aku terlalu memikirkan sesuatu hal yang terlalu berat sehingga aku mengalami gangguan pada sistem otakku.
Ketika aku sedar tiada siapapun disampingku. Terlalu sungguh menyedihkan dihatiku namun seorang Jururawat mengatakan padaku bahwa malam tadi istriku, Nur Bahiyah telah meninggal dunia saat menungguku dan menjagaku disini. Jururawat itu mengatakan bahwa istriku Nur Bahiyah, jarang tidur karena selalu menjagaku setiap hari. Sedangkan ia tahu bahwa dirinya mengidap barah hati namun ia tetap setia menjagaku sampai tiada waktu untuk beristirahat sekalipun. Sungguh terharu dan tanpa kusadari air mataku menitis mendengar cerita jururawat itu. Jururawat itu mengatakan bahwa Istriku Nur Bahiyah selalu memanggilku dengan bisikan ditelingaku untuk menyadarkanku dari koma. Setelah selesai mendengar hatiku meruntun sayu, jiwaku bagai tidak bermaya, kepalaku pusing terasa pening dan langsung tak sadarkan diri terasa gelap kembali hidupku kini.
Seminggu kemudian aku baru sadar kembali dan akan tetapi kali ini ada Zahara disisiku. Aku berusaha bangkit namun doktor melarangku dan mengatakan padaku supaya aku menjaga kesihatanku jangan terlalu banyak berfikir karena bila aku pengsan lagi dikhawatiri aku akan menderita koma yang berterusan. Zahara tersenyum padaku , lalu aku bertanya “ Dimana Nur Bahiyah ? “ dan Zahara mengatakan dengan lembut , “ Istirahatlah Abang, nanti bila kesihatan abang baik Zahara akan menceritakan semuanya…”, sambilku lihat wajah Zahara sayu sambil menyelimutiku kembali dan mencium keningku, namun air mataku tetap membias dipelupuk mataku.
Sebulan kemudian, akhirnya kesihatanku benar-benar pulih. Selang beberapa hari lagi Doktor mengizinkanku untuk pulang , namun tetap harus selalu datang ke Hospital rawatan susulan. Saat hari itu tiba masanya Zahara membawaku ke Pusara Nur Bahiyah. Aku tertunduk malu didepan Pusaranya dan air mataku menitis seakan penuh sesal karena tak sempat mengucapkan terima kasih atas pengorbanan cintanya, betapa hinanya diriku didepan nisan kaku tertulis nama Nur Bahiyah. Benar hari ini seorang lelaki yang tak setia memegang janji cintanya, telah terduduk dihadapan pusaranya yang jasadnya tak lagi ada diatas dunia ini, yang ada hanya jasad yang terkubur dibawah taburan bunga melati , tempat beristirehat terakhir manusia di dunia yang fana ini.
Lalu Zahara memecah lamunan kesedihanku, “ Abang , sudahlah…. jangan abang buat kak Nur Bahiyah bersedih di alam sana….. , ini ada surat dari Kak Nur Bahiyah untuk abang …..dia melakarkan kata-kata ini sebelum ia pergi buat selama-lamanya abang….”, Tangan Zahara menghulurkan sebuah surat bersampul putih. Lalu ku ambil dan kubaca dengan tangan gemetar seakan Nur Bahiyah hadir dihadapanku.
Assalamualaikum , Wr , Wb
Buat Abang Adi yang terlalu Bahiyah sayang tiada insan lain yang bertahta dihati kecil ini lahir dari hati yang suci kurniaan dari Allah Rabul Izati
Alhamdulillah , kuucapkan syukur pada Allah hari ini atas kurniaan Allah untuk suamiku. Aku yakin saat ini abang sedang membaca suratku ini , abang sudah dalam keadaan sihat seperti yang kuimpikan dan kunantikan selama ini.
Abang Rusdi yang amat Bahiyah cintai, mungkin pada saat ini abang membaca surat ini Bahiyah sudah mendahuluimu meninggalkan dunia fana ini, namun izinkan terlebih dahulu Bahiyah memohon maaf bila ada kesalahan Bahiyah sebagai istri yang mungkin tidak yang terbaik buat abang dalam sepanjang melayari rumahtangga kita bina selama ini dan ketaatan Bahiyah pada abang selama ini.
Abang Rusdi, suami Bahiyah yang paling baik didunia mahupun di akhirat, janganlah bersedih apalagi menumpahkan air matamu dipusaraku kelak. Bahiyah mahu abang hadir dipusara Bahiyah dan tersenyum pada Bahiyah , supaya Bahiyah puas bahwa pengorbanan Bahiyah selama ini tidak sia – sia.
Abang Rusdi yang sangat kucintai, Bahiyah yakin sekarang Zahara ada disampingmu, Bahiyah telah meminta padanya untuk menjagamu sepanjang hayatmu kelak wahai suamiku tersayang. Walaupun diriku bukanlah dirinya namun anggaplah itu sama. Teruskan kehidupan ini dengan berbahagia wahai kekasih hatiku, sampai saatnya tiba kelak , manakala Allah memberikan batas waktu pada ciptaan-Nya. Aku akan menantimu kelak di pintu surga untuk bersamamu kembali dan juga bersama Zahara. Sampai berjumpa Suamiku , aku takkan mengucapkan selamat tinggal padamu karena aku tahu , aku tetap dihatimu.
Buat Suamiku Tercinta Mohd Rusdi Ramlee.
Wassalam
NUR BAHIYAH
Kucium surat itu, sebagai tanda rinduku pada Nur Bahiyah , Istriku. Laluku peluk nisannya dan kukatakan , ” Nur Bahiyah ….. maafkan abang ….”, hanya kata itu yang dapat ku luahkan dalam nada sahdu bersulam deruan air mata membasahi pipi sampai ke dibibirku dan kemudian aku memberikan senyumku pada pusaranya sesuai amanat suratnya itu. Terdengar nada panggilan handphone dari dalam tas tangan Zahara, lalu Zahara mengangkatnya. “ Abang ada panggilan telefon dari Hospital katanya ada abang ketinggalan sesuatu di sana, kita diminta mengambilnya katanya penting.” Zahara menyadarkan lamunanku. “ Baiklah , Mari kita kesana …!”, Jawabku. Setelah berdoa akupun beredar pada pusaranya lalu beranjak meninggalkan tanah kuburan sepi itu sambil sesekali daku memandang dibelakang melihat semakin jauh daku tinggalkan pusara sepi Nur Bahiyah.
Sampai sahaja di Hospital, kami terus dihampiri jururawat yang pernah menceritakan perihal istriku, Nur Bahiyah, saat pertama tersadar dari komaku dulu. “ Maaf Encik Rusdi , boleh saya berjumpa dan bebincang dengan anda ? “, Tanya jururawat itu dengan nada yang sopan. Aku hanya mengangguk dan mengikuti jururawat itu ke bilik perbincangan khas, hanya aku dengan jururawat itu sahaja. Ia mengeluarkan buku dari dalam tas tangannya , “ Encik Rusdi , saya terjumpa ini dibawah bantal tempat tidur anda”, kata jururawat itu sambil menyerahkan buku bersampul biru, mirip sampul yang pernah di berikan Zahara padaku di pusana Nur Bahiyah, lalu jururawat itu berkata lagi , “ Maaf saya terbaca beberapa halamannya, karena saya tidak tahu siapa yang empunya buku dairy ini tetapi seperti buku itu adalah Diary milik istri anda, Nur Bahiyah”. Tertegun aku sesaat karena belum pernah selama ini kulihat istriku menulis sesuatu dibuku sejak kami menikah dulu. Kubuka lembaran pertama :
Nur Bahiyah , begitu mereka memanggilku , sebuah nama indah pemberian ibuku atas kelahiranku. Namun kebahagiaan itu tak seiring dengan kehidupanku yang ku tempuh yang penuh akan cobaan sebagai seorang wanita. Wanita yang menjadi sebagai pintu gerbang kehidupan sebuah cinta, bagi pasangan manusia ciptaan Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Melalui diary ini , aku akan berkeluh kesah mengenai kisah hidupku yang selalu terombang ambing oleh ganasnya gelombang kehidupan. Kehidupan yang mungkin tak pernah kubayangkan apalagi kucita-citakan , namun Tuhan telah menggariskan demikian dan aku sebagai manusia tak berhak untuk bertanya mengapa , melainkan hanya bersyukur dan yakin bahwa semua itu ada hikmahnya. Walaupun hikmah itu kita akan dapat biarpun kita telah tiada.
Tahun demi tahun berlalu sudah. Sebuah cinta yang kami nantikan kehadirannya tak kunjung datang jua. Lelah kami mencoba, berbagai macam cara telah kami tempuh namun Tuhan belum juga berkenan memberikannya , walaupun tiada tanda – tanda sekalipun. Ya Allah , aku akan tetap sujud pada-Mu, walaupun ujian – Mu ini begitu berat bagiku. Keikhlasanku akan selalu bersamaMu dengan kesabaranku untuk menjalani takdir- Mu , Ya Tuhanku yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Betapa sakitnya diriku , manakala berita itu bagai petir menyambar nyawaku. Suamiku , yang kucintai …. Akhirnya dia tak mampu untuk sabar dan mencari jalan lain untuk berusaha, dan terikat dalam godaan cinta yang lain. Cinta yang baginya akan membawa angin surga, yang menjanjikan sebuah jalan untuk melahirkan putra dan puteri keturunannya. Hingga saat yang ku takutkan itu terjadi dan aku tak kuasa menolaknya, walaupun berurai air mata , ku ikhlaskan diri untuk ku pasrahkan memadu kasih dalam pelabuhan cintanya.
Belum sempat kuhabiskan apa yang tertulis didairy Nur Bahiyah tiba-tiba.....
Mendadak pandanganku berpusing, lalu aku mengatakan pada jururawat tersebut.” Kepalaku sakit sekali…Jururawat, mungkin saya harus menginap lagi hari ini di Hospital ini”. Mendengar keluhanku, Jururawat itu segera memanggil doktor. Oleh itu doktor sarankan aku untuk kembali beristirahat di Hospital tersebut. Atas keizinan doktor tersebut aku diizinkan untuk kembali beristirahat dibilikku yang terdahulu, saat aku koma dulu dengan alasan bahwa bilik itu lebih tenang. Zahara menghampiriku dan aku memintanya untuk kembali esok hari karena aku ingin istirahat tenang hari ini. Aku hanya pura-pura tidur saja saat itu , apabila semuanya telah meninggalkanku bersendiri aku kembali membuka buku Diary miliki Nur Bahiyah , Istriku. Kuteruskan halaman demi halaman :
Dear Diary……mungkin hari ini dan seterusnya , hanya dirimulah yang akan mendengarkan curahan hatiku. Tiada yang ku percaya lagi didunia ini selain engkau ….. Diary dan pena sahabatku, yang setia dan tak pernah berdusta. Terpahat tulisanku dihalamanmu, itulah curahan hatiku yang takkan terucapkan pada suamiku yang tercinta, yang ku kasih , yang telah mengikat diriku dalam pelabuhan cintanya. Mungkin suatu saat engkaupun akan bercerita padanya namun kuharap tetaplah setia padaku , wahai Diary kesayanganku,
Suamiku …….banyak yang akan kusampaikan padamu namun tak kuasa bibir ini untuk mencurahkan kata hatiku padamu. Sehingga aku hanya menuliskan kata-kata hatiku di Diary ini, karena aku yakin Diary ini tidak akan bersuara seperti bibirku saat ini, biarlah kucurahkan semua di buku ini agar aku dapat berkeluh kesah tanpa membuat luka dihatimu.
Wahai suamiku yang tercinta……….mungkin tak ada yang mampu kuberikan padamu. Hidupku ibarat sesuatu yang hampa tanpa sebuah cinta kasih kita yang hadir dalam pelukanmu. Namun hanya kesetiaanlah yang mampu kuberikan padamu hingga maut menjemputku kelak dikemudian hari apabila saat itu tiba.
Wahai suamiku yang terkasih ……Mungkin sakit ditubuhku ini tak setanding dengan sakitnya hatiku ini ketika engkau memberi madu padaku. Mungkin bila aku tidak mengingat Tuhan…… sudah kulepaskan raga ini meninggalkanmu , namun aku masih ingat janji ku aku cinta padamu selagi kau cinta pada Tuhan itu yg aku pegang sehingga kini, akan tetapi cinta ini begitu buta bagiku. Biarlah telinga ini mendengar , akan tetapi butakan mataku untuk melihat dirimu bersanding dengannya.
Wahai Suamiku kekasih hatiku ...... hari ini sudah ada keikhlasan di hatiku. Namun kuharap Tuhan masih membutakan mataku melihat dirimu, bergandengan tangan dengan dirinya. Oh...suamiku mengapa engkau mengikat erat hatiku seperti mengikat bahtera di pelabuhan cintamu hingga aku tak mampu untuk melepaskan pautanmu yang begitu kuat dari dalam diriku. Akan tetapi ku mohon tetaplah tersenyum padamu , jangan engkau menatapku seakan-akan aku tak mampu karena hanya Tuhanlah yang tahu betapa kuatnya kesetiaan cintaku pada dirimu.
Sebulan telah berlalu, aku terbiasa sudah kini wahai suamiku . Walaupun luka hatiku tak akan pernah sembuh, namun kini telah mengeringi dengan seiringngan keringnya air mataku, meratapi nasipku yang malang ini. Suamiku.. tahukah engkau betapa kuatnya cintaku ? Seandainya engkau dapat menyelami hatiku ini maka engkau akan menemukan kekuatan cintaku yang tertanam kuat di dalam sanubari hatiku yang paling dalam. Walaupun pelabuhan cintamu telah terbahagi dengan tambatan bahtera lain, namun bagiku takkan mengurangi kadar cintaku untuk setia dengan sepenuh hatiku padamu.
Wahai Suamiku, pujaan hatiku ……sudah tiga bulan penyakit itu bersarang ditubuhmu. Dirimu bagai hidup di alam maya dalam pandangan mataku. Nafas lemahmu seakan enggan untuk menarik udara didalam tabung Oksigen penyambung hidupmu. Tapi dihatiku engkau tetap pujaan hatiku , walaupun hingga waktu menghadirkan malaikat maut untuk menjemputmu. Doa ku pada Tuhan tak pernah sesaat pun terlupa untuk mendokanmu sayang.
Wahai Suamiku, pemilik hatiku ..... Kini aku sendiri mendampingi dirimu. Bundaku telah pergi meninggalkan dunia yang fana ini, bahkan ayahkupun seakan tak ingin berpisah lama dengan bundaku, beliau juga menyusul mendampingi bundaku disisi pusaranya. Kanda.. adakah kita bahagia seperti mereka atau sebaliknya ? Namun yang pasti ku akan tabah mendampingimu walaupun dirimu hanya terbujur kaku dihadapanku.
Wahai Suamiku cahaya cintaku....... Sakit didadaku tak kunjung sembuh dari hari ke hari. Lemas seketika saat aku mendapatkan berita mengenai penyakitku ini. Barah telah menyelimuti hatiku , mungkinkah diriku akan mendahuluimu atau kita akan bersama menyelusuri lorong waktu menuju pintu akhir kehidupan yang fana ini ? Hmmm.......tidak suamiku biarlah semua hartaku habis hanya untuk mengobati dirimu, aku akan berkorban padamu. Warisan orang tuaku hanyalah untukmu , akan kucari doktor yang terbaik untukmu , akan kucari ubat yang paling mujarab bagimu, aku takkan pernah menyerah kalah untuk insan yang tersayang wahai suamiku.
Wahai suamiku pendamping hidupku …….. banyak lelaki yang telah menawarkan cintanya padaku, namun jiwaku bukanlah milik diriku lagi tapi milik engkau wahai suamiku tercinta, suamiku.. sehingga tak mungkin lagi bagiku untuk bahagi cinta dengan yang lain, tiada yang mampu untuk membuat diriku berpaling dari cintaku padamu, namun tak sedetikpun aku ragu tentang kekuatan cinta kita, walaupun engkau membagikan cinta dengan bunga yang lain namun engkau tetap pemilik jiwa dan hatiku selamanya, oh.. sayangku.
Wahai Suamiku, cintaku yang abadi ……. betapa bahagianya diriku hari ini Tuhan telah mengkabulkan doaku dalam sembah sujudku pada-Nya. Ku harap penantian panjang ini akan berakhir dengan senyum diwajahmu. Pupus sudah kemarau dihatiku …..sadarlah…..sadarlah sedarlah...dari tidur panjangmu aku akan menjaga dan menantikan detik detik itu.
Wahai suamiku …oh…sayangku…….. bangunlah , waktuku tak panjang untuk menantikan kebahagiaan ini. Bukalah matamu sayang….. dengarkanlah bisikan lembutku ditelingamu… wahai suami ku tercinta....bangunlah…bagunlah suami ku permata dihatiku...
aku kini telah dikejar waktu , maut sudah mengetuk didepan kalam terakhirku, menantikanku untuk kembali kepada Tuhan Esa dan takkan kembali di sisi hadapanmu wahai sayangku.
Suamiku……mungkin inilah keluh kesah terakhirku, rangkaian kata yang akan mengakhiri semua perjalanan hidupku. Aku akan membawa cinta ini , menjadi memory yang abadi selamanya dihatiku, sekalipun tubuhku nanti bercampur dengan tanah disamping pusara ayah dan ibuku. Maafkan aku suamiku bila aku tak mampu memberikan pengabdianku sepenuhnya untukmu hingga akhir hayatku, namun aku akan bahagia bila engkau terus meneruskan hidup didunia ini. Gegamlah tangannya di sisimu……..kini aku tersenyum bahagia menyaksikannya, tidak seperti dulu saat keikhlasan belum memeluk hatiku ini. Sayangku…………….”Aku Sangat Mencintaimu”
Kututup Diary itu. Diary yang berisi curahan hati, Nur Bahiyah, istriku. Terguris rasanya hatiku apabila selesai membaca curahan hatinya yang terungkap lembar demi lembar di Diary kesayangannya itu. Hanya penyesalan yang kini hadir dihadapanku , karena aku telah berdosa mengsia-siakan cahaya yang selalu menerangi hidupku, cahaya yang tak pernah lelah menjagaku, tak pernah mengeluh berkorban untukku. Tak kuasa diriku membendung air mata ini untuk tumpah membasahi pipiku lagi. Tak ada kata yang mampu menggambarkan secara jelas betapa perih dan menyesalnya diriku saat ini. Kucium Diary itu dan tanpa sengaja tanganku merasakan seperti ada kertas yang terselip di belakangnya. Ya….itu adalah surat tulisan tangan dari Nur Bahiyah, istriku. Tulisannya begitu kabur seperti terkena tumpahan air namun masih dapat untuk dibaca. Lembar pertama berisikan surat Nur Bahiyah yang ditujukan kepadaku yang diberikan Zahara di saat kami berziarah ke Pusara nya. Isinya sama dan kini kufahami mengapa surat itu ada dua, ada perbezaan dengan surat yang sebelumnya karena surat yang ini begitu banyak tulisan yang kabur, mungkinkah karena air matanya begitu deras mengalir saat menulis surat ini fikirku, sehingga terkena pada setiap tulisan yang di tulis Nur Bahiyah terlihat kaburlah tulisan dilembaran itu. Oleh karena itu maka Nur Bahiyah menyalinnya kembali untuk dikirim padaku. Lalu ku terbalik kertas itu sama kaburnya namun ada isi yang tertulis namun berbeza luahannya. Isinya tentang surat yang ditujukan untuk Zahara, kemudian kubaca dengan tenang dalam nada yang sayu :
Assalamualikum wr.wb
Terlebih dahulu Akak Bahiyah memohon maaf padamu. Mungkin dirimu tidak berkenan menerima suratku ini. Namun dengan kerendahan hati akak Bahiyah memohon padamu , kembalilah pada suami kita. Tak lama lagi dia akan sedar …… doktor telah mengatakan bahwa saraf-saraf di otaknya semakin pulih dan telah kembali baik. Rawatan terapinya berhasil, kini tinggal menunggu saat-saat sedarnya.
Zahara , maduku yang paling baik, jagalah suami kita dengan baik. Berikanlah kasih dan sayangmu padanya, sesungguhnya dia adalah orang yang lemah hatinya , jangan biarkan ia memikul sendiri kehidupan ini.
Zahara, mungkin waktuku tak dapat menantikan dirinya, saat ia bangun dari tidurnya yang panjang. Hadirlah, ia juga menantikan kehadiranmu dalam mimpinya.
Zahara, bila Tuhan telah mendahului menjemputku sebelum kebangkitannya dari tidur panjangnya itu. Aku memohon padamu gantikan akak untuk mengatakan bahwa “ Aku sangat mencintaimu, Wahai suamiku “, walaupun kalimat itu akan terucap dari bibirmu tapi katakanlah dengan lembut dan penuh rasa cinta kasih dan wakilkan aku untuk mencium tangannya sepanjang hidupnya.
Zahara kutitipkan padamu sepucuk surat untuk suami kita biarpun pada saat itu akak telah tiada , berikanlah padanya ketika ia sudah benar-benar sembuh dan sampaikan maafku karena menitipkan surat ini padamu karena akak tak dapat mendampinginya dan memberikan pengabdianku seumur hidupnya.
Terimakasih Zahara, akak dan dirinya menantikan dirimu untuk hadir disini, untuk kita bersama lagi.
Wassalam
NUR BAHIYAH
Termenung aku seketika, Betapa luar biasa dirinya padaku yang mengorbankan segalanya untukku. Untuk lelaki yang selayaknya tak patut mendapatkan kurniaan cinta sebesar ini. Aku tertunduk malu pada diriku sendiri dan hatiku berkata , “ Nur Bahiyah Istriku……..Aku sangat mencintaimu…aku takkan melukai cintamu untuk kedua kalinya, cukuplah sudah semua ini …. mungkin aku hanya ditakdirkan untukmu…wahai Nur Bahiyah, Istriku yang tercinta. Kuraih pena disudut meja dan kutulis semua apa yang telah terjadi tentang hidupku bersamanya di halaman selanjutnya.
Lalu diakhir Nukilan hatiku buatnya diDairy Nur Bahiyah :
Cinta....Ungkapan hati dalam bentuk untaian mutiara kata. Lama aku bertanya dihatiku tentang arti sebuah cinta. Arti Cinta bagi seorang bernama Nur Bahiyah, " Cinta yg tak terbagi namun sanggup untuk berbahagi ". Cinta yang tak biasa ..... cinta yang tak mengenal lelah dalam pengorbanannya. Itulah cinta yang sejati dan terukir indah dihati pemiliknya. Benar sekali itulah cinta istriku yang tersayang , yang telah mengorbankan segalanya demi diriku ini, namun tak sempat bagiku untuk membalas semuanya karena waktu tidak berpihak padaku. Tapi aku yakin hingga akhir hayatku nanti aku akan selalu menjaga kesetiaan cinta ini. Nur Bahiyah, Istriku, aku akan menyulusiri lorong waktu itu. Aku melihat dirimu berdiri didepan pintu rumah kita menyambut kedatanganku. Lalu kupeluk dirimu dan aku berkata , “ Aku Sangat Mencintaimu…………………………………………………………….”
Zahara menutup buku Diary itu. Mohd Rusdi Ramlee telah meninggal tadi malam. Ia menderita barah otak hingga mengalami pendarahan di otaknya, namun ia berhasil menyelesaikan tulisannya dibuku Diary Nur Bahiyah itu. Lalu Zahara menuliskan sebuah judul didepan buku itu “ Diary Kesetiaan Cinta “, lalu dibawahnya “ Untuk cinta yang abadi selamanya, Nur Bahiyah dan Mohd Rusdi Ramlee “ sentiasa dihati....