Tuesday, October 25, 2011 | By: Sebutir Kasih Sejuta Sayang

“Tuhan, kenapa Kau timpakan kesusahan ini buatku seorang?”

Sekumpulan burung dara tampak berkerumunan di depan sarang mereka di sebuah pohon besar di tepian hutan. Keluarga besar burung dara ini sepertinya sedang bersiap untuk terbang ke suatu tempat. Wajah-wajah riang menghias tingkah laku mereka.
Hari itu, keluarga besar burung dara itu memang akan berangkat menuju ladang jagung yang bersebelahan dengan hutan tempat mereka tinggal. Naluri mereka seperti sudah menjawabkan kalau hari itu butiran-butiran jagung lazat akan berserakan di ladang milik petani.
“Ah, sebuah tempat yang begitu mengasyikkan,” bisik hati seekor burung dara muda yang juga tak mau ketinggalan. Dan, mereka pun mulai mengepak-ngepakkan sayap masing-masing untuk siap bersedia terbang.
Sayangnya, sebatang dahan kering tiba-tiba terjatuh dan tepat menimpa si burung dara muda. “Aduh!” teriak sang burung.
Dahan patah yang terjatuh dari ketinggian itu tepat menimpa sayap kanan sang burung tadi. Ia pun merintih kesakitan.
Semua burung yang lain sudah  terbang meninggalkan si burung dara muda yang masih di depan sarang. Begitu bersemangatnya mereka terbang hilang dari pandangan, hingga lupa pada salah seekor saudara mereka masih tertinggal di pintu sarang.
Kini tinggallah si burung dara muda merintih kesakitan. Beberapa kali ia cuba terbang, tapi sayapnya yang luka masih nyeri untuk digerakkan. ”Ah, mungkin sayap kananku patah!” keluh sang burung masih membayangkan tempat indah yang mungkin kini sedang dinikmati saudara-saudaranya.
Dalam kesendirian itu, ia sempat mengeluh, ”Tuhan, kenapa kau timpakan ketidak senangan hanya buatku seorang.”
Selama beberapa jam ia menunggu untuk pulih sayapnya agar boleh terbang namun ia kecewa. Tiba-tiba, seekor burung dara hinggap dan nyaris tersasar dari sarang di mana si burung dara tadi beristirahat. Ia pun terkejut ketika mendapati salah seorang saudaranya sudah berada tepat di depannya dengan beberapa luka di bagian pangkal kaki dan dada luka di mukanya.
“Ada apa, saudaraku?” ucap si burung dara sambil memeriksa luka saudaranya. “Mana yang lain?” sambungnya.
Dengan tertatih-tatih, saudara burung itu pun berbicara pelahan. ”Semuanya tertangkap jebakan manusia. Hanya aku yang Berjaya melepaskan diri namun luka ku parah,” ucap sang burung sebelum akhirnya terkulai lalu mati.
Saat itu, si burung dara pun termenung. Ia seolah bingung, apakah dengan peristiwa patah sayapnya itu ia sedang diberikan ujian dan di hindarkan dari malapetaka oleh Tuhan, atau sebaliknya.
**Dalam upaya menggapai cita-cita hidup, tidak jarang terjadi ‘patah sayap’ yang dialami sebagian kita. Berbagai macam musibah antaranya gagal kerjaya kerana musibah, gagal dalam pendidikan, gagal mencari jodoh kerana sesuatu hal, dan sebagainya.
Nurani kemanusiaan kini pun seperti memberontak untuk akhirnya mengatakan, “Tuhan, kenapa Kau timpakan kesusahan ini buatku seorang?”
Kalau saja ada kemampuan mata kita untuk melihat ujung perjalanan waktu yang akan kita alami, kalau saja kita boleh mengintip dari celah tirai hikmah hidup yang akan dilalui, mungkin hati dan lidah kita akan berkata, ”Terima kasih atas kesukaran dan ujian ini, wahai Yang Maha Sayang!”


Comments
0 Comments
    
    

0 comments:

Post a Comment