Thursday, November 24, 2011 | By: Sebutir Kasih Sejuta Sayang

Tahun Baru Bakal Menjelma?Apa Itu Hijrah?

Tidak terasa, bulan demi bulan menjelang; tahun demi tahun pun berlalu. Kaum Muslim kembali memasuki bulan Muharram, Seperti datangnya kembali tahun yang baru 1433 H. Tidak seperti ketika datang Tahun Baru Masehi yang disambut dengan penuh semarak oleh masyarakat, Tahun Baru Hijrah dengan sikap segelintir  kaum Muslim disambut dengan ‘dingin-dingin’ saja. Memang, Tahun Baru Hijrah tidak perlu disambut dengan kemeriahan pesta. Namun demikian, sangat penting jika Tahun Baru Hijrah dijadikan sebagai momentum untuk merenungkan kembali suasana masyarakat kita saat ini. Tidak lain kerana peristiwa Hijrah Nabi saw. Peristiwa Hijrah Nabi saw. tidak lain merupakan peristiwa yang menjadi bukti perubahan masyarakat Jahiliah saat itu menjadi masyarakat Islam.
Inilah sebetulnya makna terpenting dari Peristiwa Hijrah Nabi saw. Ketidakmampuan kita memahami sekaligus mewujudkan makna terpenting Hijrah ini dalam realiti kehidupan saat ini hanya akan menjadikan datangnya Tahun Baru Hijrah tidak memberikan makna apa-apa bagi kita, begitulah tahun pergantian tahun. Ini tentu sedikit pun tidak terkesan pun di hati kita semua bukan? Bersema kita hayati sejenak makna hijrah dan kisah terdahulu.

Makna Hijrah
Secara bahasa, hijrah berarti berpindah tempat. Adapun secara syar‘i, para fukaha mendefinisikan hijrah sebagai: keluar dari darul kufur menuju Darul Islam. (An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islâmiyyah, II/276). Darul Islam dalam definisi ini adalah suatu wilayah (negara) yang menerapkan syariat Islam secara keseluruhannya  dalam segala aspek kehidupan dan yang keamanannya berada di tangan kaum Muslim. Sebaliknya, darul kufur  adalah wilayah (negara) yang tidak menerapkan syariat Islam dan keamanannya bukan di tangan kaum Muslim, sekalipun purata penduduknya beragama Islam. Definisi hijrah seunpama ini diambil dari fakta Hijrah Nabi saw. sendiri dari Makkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Madinah (yang kemudian menjadi Darul Islam).
Peristiwa Hijrah, paling tidak, memberikan makna sebagai berikut:
Pertama: Pemisah antara kebenaran dan kebatilan; antara Islam dan kekufuran; serta antara Darul Islam dan darul kufur. Menurut Umar bin al-Khaththab ra. ketika beliau menyatakan: Hijrah itu memisahkan antara kebenaran dan kebatilan. (HR Ibn Hajar).
Kedua: Tonggak berdirinya Daulah Islamiyah untuk pertama kalinya. Dalam hal ini, para ulama dan sejarahwan Islam telah sepakat bahwa Madinah setelah Hijrah Nabi saw. telah berubah dari sekadar sebuah kota menjadi sebuah negara Islam; bahkan dengan struktur yang—menurut cendekiawan Barat, Robert N. Bellah—terlalu modern untuk ukuran zamannya. Saat itu, Nabi Muhammad Rasulullah saw. sendiri yang menjawat sebagai ketua negara.
Ketiga: Awal kebangkitan Islam dan kaum Muslim yang pertama kalinya, setelah selama 13 tahun sejak kelahirannya, Islam dan kaum Muslim terus dipinggirkan dan ditindas secara zalim oleh orang-orang kafir Makkah. Demikianlah sebagaimana pernah diisyaratkan oleh Aisyah ra.:
Dulu ada orang Mukmin yang lari membawa agamanya kepada Allah dan Rasul-Nya kerana takut difitnah. Adapun sekarang (setelah Hijrah,.) Allah SWT benar-benar telah memenangkan Islam, dan seorang Mukmin dapat beribadah kepada Allah SWT sesuka dia. (HR al-Bukhari).
Setelah Hijrahlah kezaliman dan penindasan terhadap umat Islam berakhir. Setelah Hijrah pula Islam bangkit dan berkembang pesat hingga menyebar ke seluruh Tanah Arab serta mampu menembus berbagai pelusuk dunia. Setelah Rasulullah saw. wafat, yakni pada masa Khulafaur Rasyidin, kekuasan Islam semakin berkembang ke luar Tanah Arab. Bahkan setelah Khulafaur Rasyidin—yakni pada masa Khalifahan Umayah, Abbasiyah, dan terakhir Utsmaniyah—kekuasaan Islam hampir meliputi 2/3 dunia. Islam bukan hanya berkuasa di Tanah Arab dan seluruh Timur Tengah, tetapi juga menyebar ke Afrika dan Asia Tengah; bahkan mampu menembus ke Jantung Eropa. Kekuasaan Islam malah pernah berpusat di Andalusia (Spanyol).

Dengan mengacu pada tiga makna Hijrah di atas, dengan mengaitkannya dengan situasi masyarakat saat ini, kita melihat:
Pertama: Saat ini umat Islam hidup di dalam darul kufur, bukan Darul Islam. Keadaan ini menjadikan umat Islam membentuk masyarakat yang tidak islami seakan-akan masyarakat Jahiliah. Masyarakat Jahiliah tidak lain adalah masyarakat yang menurut oleh pemikiran dan perasaan umum masyarakat yang tidak islami serta sistem yang juga tidak islami. Dalam konteks zaman Jahiliah moden saat ini, kita melihat, yang mendominasi masyarakat adalah pemikiran dan perasaan sekular serta sistem hukum sekular, yang bersumber dari akidah sekular; yakni akidah yang menyingkirkan peranan agama dari kehidupan. Saat ini masyarakat didominasi oleh pemikiran demokrasi (yang menempatkan kedaulatan rakyat di atas kedaulatan Tuhan), mereka meridhai demokrasi (yang menjunjung tinggi kedaulatan manusia) dan sebaliknya membenci kedaulatan Tuhan untuk mengatur manusia,
Kerana itu, upaya mengubah masyarakat Jahiliah menjadi masyarakat Islam, itulah di antara makna hakiki dari Peristiwa Hijrah Nabi saw. yang harus kita realisasikan kembali saat ini. Caranya tidak lain dengan menggusur dominasi pemikiran, perasaan, dan sistem sekular di tengah-tengah masyarakat saat ini; kemudian menggantinya dengan dominasi pemikiran, perasaan, dan sistem Islam. Tanpa berusaha mengubah ketiga unsur tersebut di tengah masyarakat Jahiliah saat ini, masyarakat Islam yang kita cita-citakan tentu tidak akan pernah dapat diwujudkan.
Kedua: Saat ini tidak ada satu pun negeri Islam yang layak disebut sebagai Daulah Islamiyah. Padahal kita tahu, di antara makna dari Peristiwa Hijrah Nabi saw. adalah pembentukan Daulah Islamiyah, yang saat itu ditegakkan di Madinah al-Munawwarah. Daulah Islamiyah yang dibentuk oleh Nabi saw.—yang dalam perjalanan selanjutnya setelah beliau wafat disebut sebagai Khilafah Islamiyah—tidak lain adalah sebuah negara yang memberlakukan syariat Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Kerana itu, upaya membangun kembali Daulah Islamiyah atau Khilafah Islamiyah ini seharusnya menjadi cita-cita bersama umat Islam yang betul-betul ingin mewujudkan kembali makna Hijrah dalam kehidupan mereka saat ini.
Ketiga: Saat ini keadaan umat Islam di seluruh Dunia Islam sangat memprihatinkan. Di negeri-negeri di mana kaum Muslim minoritinta, mereka tertindas. Bahkan, kaum Muslim di Palestin, Lubnan, Filipina (Moro), Thailand (Pattani), India (Kashmir), dan beberapa wilayah lain merupakan saksi nyata kesengsaraan dan ketertindasan umat Islam saat ini. Bahkan di negeri-negeri yang kaya akan kekayaan alam, namun mereka tak berdaya, dengan mudah negeri mereka diduduki dan dijajah, lihatlah Afghanistan dan Iraq. Mereka ditindas hanya kerana satu alasan, yakni kerana mereka Muslim; sama seperti orang-orang kafir Qurays dulu memperlakukan Nabi saw. dan para Sahabatnya ketika di Makkah. Mereka sama sekali tidak diberi kesempatan untuk memunculkan Islam, bahkan sekadar menampilkan identiti mereka sebagai Muslim. Sebaliknya, kaum Muslim yang tinggal di negeri-negeri di mana mereka keseluruhannya beragama Islampun, hukum-hukum Islam tidak boleh ditegakkan. Kaum Muslim yang berpegang teguh pada aturan-aturan Allah SWT disisihkan.
Mereka yang konsisten dalam perjuangan menegakkan syariat Islam terus-menerus difitnah dengan berbagai cap yang menuduh mereka seperti ekstremis, radikal, fundamentalis, bahkan teroris! Akibatnya, aspirasi Islam dibungkam dan para pejuangnya pun diburu, dimasukkan ke penjara, bahkan dibunuh. Kaum Muslim saat ini hidup tertekan dalam “penjara besar”, yakni negeri mereka sendiri, yang telah dikuasai oleh sistem kufur yang dikawal oleh negara-negara kafir Barat. Posisi umat Islam yang pernah mengalami masa kejayaannya sejak zaman Nabi saw. sampai Kekhilafahan Ustmaniyah di Turki yang terakhir pada tahun 1924. Apalagi setelah Peristiwa 11 September 2001, Islam dan kaum Muslim betul-betul menjadi 'bulan-bulan' AS dan sekutu-sekutunya. Inilah masa-masa yang paling tragis yang dialami kaum Muslim saat ini. Besarnya jumlah kaum Muslim justru hanya menjadi 'makanan empuk' orang-orang kafir yang rakus. Keadaan ini persis seperti yang diramalkan oleh Rasulullah saw. beberapa abad yang lalu:
"Berbagai bangsa akan mengerubuti kalian sebagaimana orang-orang rakus mengerubuti makanan." Seseorang bertanya, "Apakah kerana jumlah kami sedikit pada saat itu?" Rasullullah saw. menjawab, "Kalian pada saat itu bahkan berjumlah banyak. Akan tetapi, kalian seperti buih di lautan. (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Renungan
Dari paparan di atas, jelaslah bahwa Hijrah Nabi Muhammad saw. selayaknya dijadikan oleh kaum Muslim sebagai momentum untuk segera meninggalkan sistem Jahiliah, yakni sistem kapitalis-sekular yang berlaku saat ini, menuju sistem Islam. Apalagi telah terbukti, sistem kapitalis-sekular yang jahiliah itu telah menimbulkan banyak penderitaan bagi kaum Muslim, di samping menjadi alat bagi Barat (AS) yang kafir untuk menindas kaum Muslim.
Kerana itu, momentum Hijrah sejatinya menjadi momentum kembalinya sistem Islam ke tengah-tengah kaum Muslim. Kembalinya sistem Islam, yang berarti kembali diterapkannya syariat Islam dalam kehidupan, tidak mungkin terwujud kecuali dalam institusi Daulah Khilafah Islamiyah. Kerana itu, perjuangan menegakkan Daulah Khilafah Islamiyah harus terus perjuangkan dan menjadi agenda utama seluruh komponen umat Islam saat ini. Hanya dengan Daulah Khilafah Islamiyah-lah umat Islam akan kembali menjadi umat terbaik, sebagaimana firman-Nya:
Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia; melakukan amar makruf nahi mungkar, dan beriman kepada Allah. (QS Ali Imran [3] 103).

Hanya dengan Daulah Khilafah Islamiyah pula, janji Allah SWT akan segera terwujud, sebagaimana firman-Nya:
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; sungguh-sungguh akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka; dan sungguh-sungguh akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa. (QS an-Nur [24]: 55).

Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb.

Comments
0 Comments
    
    

0 comments:

Post a Comment